laba-laba

Minggu, 15 November 2015

PENGERTIAN HADIS DHOIF DAN KLASIFIKASINYA


HADITS DHO’IF

A.      Pengertian dan Kriteria Hadis Dha’if.

            Kata dha’if secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy, yang berarti lemah, Hadis Dha’if ini adalah Hadis mardud, yaitu Hadis yang diolak dan tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan suatu hukum.[9] Adapun beberapa ulama mendefenisikan Hadis Dha’if sebagai berikut :

       Imam Abi Amar Ibnu Shalah mendefenisikan Hadis Dha’if sebagai berikut :

      “setiap Hadis –Hadis yang tidak terdapat padanya sifat Hadis Shahih dan tidak pula sifat- sifat Hadis Hasan maka dia disebut Hadis Dha’if.”[10]

           Sedangkan Imam Ibnu Kasir mendefenisikan Hadis Dha’if adalah Hadis – Hadis yang   tidak terdapat padanya sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat Hasan”.[11] Imam Hafiz Haan al-Mas’udi memberikan defenisi Hadis Dha’if sebagai Hadis yang kehilangan satu syarat atau lebih dari Hadis Shahih atau Hadis Hasan.”[12]

     Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Hadis Dha’if adalah Hadis yang tidak mencukupi syarat Shahih maupun hasan baik dari segi sanad dan matannya, maka kekuatannya lebih rendah disbanding dengan Hadis Shahih dan Hadis Hasan.

         Dari kesimpulan diatas pula dapat dambil intisari bahwa kriteria Hadis Dha’if `adalah :
1.      terputusnya antara satu perawi dengan perawi lainnya dalam satu sanad Hadis tersebut, yang seharusnya bersambung.
2.      terdapat cacat pada diri seoang perawi atau matan dari Hadis tersebut.

B.       Macam-Macam Hadis Dha’if.
      Jenis Hadis Dha’if sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara keseluruhan dalam makalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah menjadi dua macam Hadis Dha’if oleh karena sebabnya, yaitu :
1.      Hadis Dha’if disebabkan oleh terputusnya Sanad.
a.         Hadits mursal
          Hadis Mursal adalah Hadis yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil ataupun besar.
Contoh hadits mursal :
“Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata : “telah menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu Shihab dari Ibnu Ssaid ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual kurma yang masih berada dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Klasifikasi hadits mursal :
·           Mursal Shahabi

          yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran disaat Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atauu terbelakang masuk Islamnya.[13]

·           Mursal Khafi’

yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang meriwayatkan Hadis tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan Hadis langsung dari Rasulullah saw.[14]
·           Mursal Jali
yaitu apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat diketahui jelas sekalii oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita langsung dari Rasulullah saw.[15]
b.      Hadis Munqati’
   Kata Munqati’ adalah ism maf’ul dari inqata’a yang berarti terputus, secara istilah Hadis Munqati’ ini adalah Hadis yang gugur padanya seorang rawi atau disebutkan padanya seorang rawi yang tidak jelas.
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’) :
1)        Perawi yang meriwayatkan Hadis jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya dengan guru yang memberikan Hadis padanya.
2)        dengan samara-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja. Diketahuii dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam Hadis riwayat orang lain.[16]
c.       Hadis Mudallas
   kata mudallas adalah ism maf’ul darii dallasa yang berarti gelap atau berbaur dengan gelap. Menurut ilmu Hadis Mudallas adalah hadis yang diriwayatkan seorang rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak pernah bertemu dengan orang yang diriwayatkannya tersebut dan tidak mendengarnya dari nya karena kesamaran mendengarkannya”.[17]
d.      Hadis Mu’addhal
    kata Mu’addhal berarti menyembunyikan sesuatu menjadi sesuatu yang misterius atau problematik. Secara bahasa menurut ilmu hadis, Hadis Mu’addhal adalah Hadis yang gugur dari sanadnya dua atau lebih scara berturut-turut baik dari awal sanda, pertengahan sanad ataupun akhirnya.[18]


e.       Hadis Mu’allaq
    secara bahasa Mu’allaq adalah ism maf’ul dari kata ‘alaqa yang berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga menjadi tergantung” sedangkan menurut istilah ilmu Hadis, hadis Mu’allaq adalah Sesuatu yang telah gugur seorang perawi atau lebih secara berturut-turut dari awal sanad baik gugurnya tetap ataupun tidak.[19]
2.      Hadis Dha’if yang ditinjau dari segi cacatnya Perawi.
a.       . Hadis Mudha’af.
    Yaitu Hadis yang tidak disepakati kedhaifannya. Sebagai ahli Hadis menilainya mengandung kedhaifan, baik dalam sanad maupun matannya, dan sebagian lain mengatakannya kuat namun penilaian kedhaifannya lebih kuat. Ibnu al-Jaui merupakan orang yang pertama kali melakkukan pemilahan terhadap Hadis jenis ini.
b.      . Hadis Matruk
    Hadis matruk adalah Hadis yang menyendiri dalam periwayatan dan diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam periwayatan Hadis, dalam Hadis nabawi, atau sering berdusta dalam pembicaraannya atau terlihat jelas kefasikannya, melalui perbuatan ataupun kata-kata, serta sering kali salah atau lupa. Misalnya Hadis Amr bin Samar dari jabir al-Jafiy.
c.       Hadis Munkar
    Hadis Munkar adalah Hadis yang perawinya sangat cacat dalam kadar sangat keliru atau nyata kefasikannya. Para ulama Hadis memberikan defenisi yang bervariasi tentang Hadis Munkar ini. Diantaranya ada dua defenisi yang selalu digunakan, yaitu :
d.      Hadis Mu’allal
    Hadis Muallal adalah Hadis yang cacat karena perawinya al-wahm, yaitu hanya persangkaan atau dugaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat.Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah muttashil (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’ (terputus), atau dia mengirsalkan yang mutthasil, dan memauqufkan yang maru’ dan sebagainya.
e.       Hadis Mudraj.
    Idraj berarti memasukkan Sesautu kepada suatu yang lainnya dan menggabungkannya kepada yang lain itu, dengan kata lain Hadis mudraj adalah Hadis yang didalamnya terdapat kata-kata tambahan yang bukan dari bagian Hadis tersebut. Hadis mudraj ada dua yaitu :
·         Mudraj Isnad : “seorang peerawi menambahkan kalimat-kalimat dari dirinya sendiri saat mengemukakan sebuah Hadis disebabkan oleh suatu perkara sehingga orang yang meriwayatkan selanjutnya menganggap apa yang diucapkannya adalah juga bagian dari Hadis tersebut.
·         Mudraj Matan : sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadis yang bukan merupakan matan dari Hadis tersebut, tanpa ada pemisahan diantaranya ( yaitu antara matan Hadis dan sesuatu yang dimasukkan tersebut). Atau memasukkan suatu perkataan dari perawi kedalam matan suatu Hadis, sehingga diduga perkataan tersebut berasalah dari perkataan Rasulullah saw.
f.       Hadis Maqlub.
   Hadis Maqlub adalah Hadis yang menggantikan suatu lafaz dengan lafaz lain pada sanad Hadis atau matannya engan cara mendahulukan ataupun mengakhirknnya. Dengan kata lain ada pemutar balikan antara matan dan sanad baik didahulukan ataupun diakhirkan. Dalam hal ini jelas bahwa hukumnya trtolak serta tidak dapat dijadikan dalil suatu hukum.
g.      Hadis Mudhtharib.
Hadis Mudhtharib adalah Hadis yang diriwyatkan dalam bentuk yang berbeda yang masing-masing sama kuat.
h.      Hadis Mushahaf.
    yaitu Hadis yang dirubah kalimatnya, yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqot, baik secara lafaz maupun makna Hadis ini ada yang berubah sanadnya dan adapula berubah matannya.
i.        . Hadis Syaz.
    yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu perawi yang dhabit, adil dan sempurna kebaikannya namun Hadis ini berlawanan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih tsiqot, adil dan dhobit shingga hadis ini ditolak dan Hadis ini juga disebut dengan Hadis Mahfuz.[20]
C.       Hukum Menggunakan Hadis Dha’if

     Ada tiga pendapat ulama dalam tentang pengamalan dan penggunaan Hadis Dha’if :
1.      Hadis Dha’if tidak diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail maupun ahkam dan ini merupakan pendapat kebanyakan ulama termasuk Imam Bukhari dan Muslim.
2.      Hadis Dha’if bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Abu Daud dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan Hadis Dha’if dibandingkan ra’yu seseorang.
3.      Hadis Dha’if dapat digunakan dalam masalah fadhail mawa’iz atau sejenis dengan memenuhi kriteria yang ada. Ibnu Hajar membaginya kepada kriteria yaitu :
·          kedhaifannyaa tidak terlalu
·         Hadis Dha’if yang termasuk cakupan Hadis pokok yang bisa diamalkan.
·         Ketika mengamalkannya tidak meyakini bahwa ia berstatus kuat tapi sekedar hati-hati.[21]

MAKALAH NAMA-NAMA AL-QUR’AN



ASMA AL-QUR’AN

Disusun
O
L
E
H

Heriansyah Harahap
(45.12.3.007)






UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SU
FAKULTAS USHULUDDIN
TAFSIR HADITS INTERNASIONAL
MEDAN
2015





TABLE OF CONTENTS


DAFTAR ISI                   ..................................................................................................... i
BAB I : PENDAHULUAN     .............................................................................................. ii
BAB II : PEMBAHSAN         .............................................................................................. 1
A.     Pengertian Al-Qur’an   .............................................................................................. 1
B.     Nama-nam Al-Qur’an  .................................................................................... 2
BAB III : PENUTUP               .............................................................................................. 6
A.     Kesimpulan .............................................................................................................. 6
B.     Kritik/Saran          ..................................................................................................... 6
REFERENCE  .....................................................................................................................


 


BAB I
PENDAHULUAN

Segala fuji bagi Allah swt. yang telah menganugerahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad saw. mudah-mudahan kita mendapat syafa’atnya.
A.     Latar Belakang
Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim di seluruh penjuru pelosok dunia. Yang menjamin kebahagiaan bagi setiap penganutnya di dunia maupun di akhirat kelak. Ia mempunyai sendi yang sangat esensial yaitu Al-Quran yang berfungsi untuk memberi petunjuk kepada  jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, “sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya” (QS. 17:9).
Tak dapat dipungkiri, bahwa apabila hendak bahagia bersama Islam, penganutnya harus dekat dengan Al-Quran. Dalam artian yang lebih luas menegenal Al-Quran. Memperhatikan dan mempelajari Al-Quran, “tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup” (QS. 47:24).
B.     Rumusan Masalah
Dalam rumusan makalah Mengenal Al-Quran ini, penulis memakai  rumusan sebagai berikut :
1.      Apa asal perkataan Al-Quran ?
2.      Bagaimana pengertian Al-Quran ?
3.      Apa nama lain Al-Quran ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Al-Qur’an
Para ulama berbeda pendapat mengenai asal lafaz al-Qur’an, di antaranya :
1.      Asy-Syafi’i mengatakan, lafaz al-Qur’an yang terkenal itu bukan musytaq (bukan pecahan dari akar kata apa pun), lafaz tersebut sudah lazim digunakan dala pengertiannya sebagai kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. jadi menurut Asy-Syafi’i lafaz tersebut bukan berasal dari qa-ra-a (membaca), sebab kalau akar katanya qa-ra-a (membaca), maka tentu setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur’an. Lafaz tersebut memang khusus bagi al-Qur’an, sama halnya dengan Taurat dan Injil.[1]

2.      Sementara Al-Lihyani mengatakan, lafaz al-Qur’an merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qa-ra-a yang bermakna tala (membaca).[2]

“Qa-ra-a” memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun. Qiro’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan kata yang teratur. Al-Qur’an asalnya sama dengan Qiro’ah, yaitu akar kata dari qa-ra-a, qiro’atan wa qur’anan. [3] Allah menjelaskan dalam suroh al-qiyamah : 17-18 :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ () فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
“Sesungguhnya kamilah yang bertanggung jawab mengumpulkan (dalam dadamu) dan membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila kami telah menyempurnakan bacaannya(kepadamu, dengan perantaraan jibril) maka bacalah menurut bacaannya itu.”

Menurut ulama ushul dan fiqh, bahwa al-qur’an adalah :
الكلام المعجز المنزل على النبي صلى الله عليه وسلم المكتوب فى المصاحف المنقول بالتواتر المتعبد بتلاوته
Kalam yang mengandung kemukjiazatan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir dan yang dinilai ibadah bila membacanya.[4]

ويذكر العلماء تعريفا له يقرب معناه ويميز عن غيره, فيعرفون بانه : كلام الله  المنزل على النبي صلى الله عليه وسلم  المتعبد بتلاوته[5]

B.     Nama-Nama Al-Qur’an
Allah Subhana Wa Ta’ala memilih beberapa nama bagi wahyu-Nya, yang berbeda sekali dengan bahasa yang digunakan masyarakat arab untuk penamaan sesuatu.[6]
Iman As-Suythi menuturkan dalam kitabnya, Al-Itqan fi Ulimil Qur’an : Al-Jahid berkata : “Allah telah menamai kitab-Nya dengan nama yang berbeda sekali dengan nama yang diistilahkan oleh bangsa arab terhadap kalimat dan tafshil. Allah menamai jumlah kalimat-kalimat-Nya dengan Qur’an, sedang bangsa arab menamai jumlah kalimat-kalimatnya dengan Diwan. Allah menamai bagian-bagian kitab-Nya dengan Surat, sedang bangsa arab menamainya dengan Qasidah. Allah menamai bagian-bagian surat dengan Ayat, sedang bangsa arab menamainya dengan Bait. Allah menamai akhir Al-Qur’an dengan Fashilah, sedang bangsa arab menamainya dengan Qafiyah.[7]
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Abul Ma’ali Syaizalah, yaitu pengarang kitab Al-Burhan Fi Musykilatil Qur’an, menyebutkan nama-nama Al-Qur’an dengan 55 nama, yaitu sebagaimana di terangkan Allah dalam berbagai ayat. Yaitu : Al-Kitab, Al-Mubin, Al-Qur’an, Al-Karim, Al-Kalam, An-Nur, Al-Huda, Ar-Rahman, Alfurqan, Asy-Syifa, Al-Mau’izhah, Adz-Dzikru, Al-Mubaarak, Al-‘Liyy, Al-Hikmah, Al-Muhaimin, Al-Hablu, Ash-Shirothol Mustaqim, Al-Muqayyim, Al-Qaul, Al-Fashlu, An-Nabaul ‘Adhim, Ahsanul Hadits, Al-Matsani, Al-Mutasyabih, At-Tanzil, Ar-Ruh, Al-Wahyu, Al-‘Rabiy, Al-Bashair, Al-Bayan, Al-‘Ilmu, Al-Haq, Al-Haadi, ‘Ajaba, At-Tadzkirah, Al-‘Urwatul Wutsqa, Ash-Shidqu, Al-‘Adl, Al-Amru, Al-Munadi, Al-Busyro, Al-Majid, Al-Zabur, Al-‘Aziz, Al-Balagh Al-Qashash, Al-Mukarromah, Al-Marfu’ah, Dan Ash-Shuhuf.[8]

 Menurut Muhammad Aly Ash-Shabuny, Al-qur’an mempunyai bebearapa nama yang kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang sangat tinggi dan luhur, dan secara mutlaq Al-Qur’an adalah kitab samawi yang paling mulia. Di antara nama-nama tersebut ialah :
1.      Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah dalam suroh al-isra’ : 9 :
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ...
“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus...”
2.      Al-Furqon, berdasarkan firman Allah dalam suroh al-furqon : 1 :
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيراً
            “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”
3.      At-Tanzil, berdaasarkan firman Allah dalam suroh Asy-Syu’aro : 192-193 :
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ - نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ
            “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar-ruh Al-Amin (Jibril as)”
4.      Adz-Dzikr, berdasarkan firman Allah dalam suroh Al-Hijr : 9 :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
            “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”


5.      Al-Kitab, berdasarkan firman Allah dalam suroh Ad-Dukhan : 2 :
وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ
            “Demi kitab (al-Qur’an)  yang menjelaskan.”
            Adapun mengenai sifat-sifat al-Qur’an sungguh tertera dalam ayat-ayat al-Qur’an, bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam al-Qur’an yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang sangat indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mu’jizat (tiada tanding)yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir.[9] Di antara sifat-sifat al-Qur’an ialah :
1.      Nur
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
“Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah kami turunkan kepada kamu cahaya yang terang ebnderang (al-Qur’an).”
2.      Syifa dan Rahmat
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan kamu turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan A-Qur’an itu tidaklah menambal kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”
3.      Huda
...قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ...
“...Katakanlah, Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman...”



4.      Mau’izoh
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia ! sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
            Apapun nama-nama Al-Qur’an yang jelas dan pasti ialah yang berasal dari Kalam Ilahi yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dan tertulis di dalam mushaf berdasarrkan sumber-sumber mutawatir yang bersifat pasti kebenarannya, dan yang dibaca oleh umat islam dalam rangka ibadah. Penamaan Al-Qur’an yang demikian itu ttelah disepakati bulat oleh semua ulama ahli ilmu kalam, ulama ahli ilmu fiqh dan ulama ahli bahasa arab.[10]













BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Asy-Syafi’i mengatakan, lafaz al-Qur’an yang terkenal itu bukan musytaq, Sementara Al-Lihyani mengatakan, lafaz al-Qur’an merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qa-ra-a yang bermakna tala (membaca).
Menurut ulama ushul dan fiqh, bahwa al-qur’an adalah : Kalam yang mengandung kemukjiazatan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir dan yang dinilai ibadah bila membacanya.
Al-Qur’an mempunya nama dan sifat yang sangat banayak, meskipun ada ulama yang menyamakan antara nama dan sifat al-Qur’an.

B.     Kritik/saran
Di daalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, unutk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


[1] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet I, 1990) Hal.10
[2] Ibid.11-12
[3] Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta Timur : Purtaka Al-Kautsa, Cet I, 2006), Hal.16
[4] Muhammad Abdul Adzim Al-Zalrqani, Manahil Al-‘Urfan Fi Ulumil Qur’an ( Jakarta Selatan : Gaya Media Pratama, Cet I, 2002 ) Hal.9
[5] مناع القطان, مباحث فى علوم القران )بيروت : الطبعة السابعة, ١٩٨٠  م ( صفحة. ٢١
[6] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet I, 1990) Hal.9
[7] Mashur Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Angkasa, 1987), Hal.5
[8] Ibid. Hal.-515
[9] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet I, 1990) Hal.24
[10] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet I, 1990) Hal.15



REFERENCE

As-Shalih , Subhi.  Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an: Jakarta, 1990
Al-Zalrqani, Syeikh Muhammad Abdul Adzim.  Manahil Al-Qur’an Fi Ulumil Qur’an : Jakarta Selatan : 2002
Al-Qaththan,  Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an : Jakarta Timur, 2006
Iqbal, Drs. Mashur Sirojuddin. Pengantar Ilmu Tafsir : Bandung, 1987
مناع القطان مباحث فى علوم القران