laba-laba

Minggu, 15 November 2015

MAKALAH BID'AH PERBUATAN DAN BID'AH KEPERCAYAAN



BID'AH PERBUATAN
DAN BID'AH KEPERCAYAAN
Disusun
O
L
E
H

Heriansyah Harahap
(45.12.3.007)






UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SU
FAKULTAS USHULUDDIN
TAFSIR HADITS INTERNASIONAL
MEDAN
2015




DAFTAR ISI


DAFTAR ISI                   ..................................................................................................... i
BAB I : PENDAHULUAN     .............................................................................................. ii
BAB II : PEMBAHSAN         .............................................................................................. 1
A.     Pengertian Bid’ah         .................................................................................... ......... 1
B.     Macam-macam Bid’ah  ............................................................................................ 2
1.      Bid’ah Amaliyah   .............................................................................................. 3
2.      Bid’ah I’tiqadiyah .................................................................................... 4
C.     Contoh Bid’ah Amaliyah dan I’tiqadiyah.................................................................... 4
1.      Contoh Bid’ah amaliyah....................................................................................... 4
2.      Contoh Bid’ah I’tiqadiyah.................................................................................... 5
BAB III : PENUTUP               .............................................................................................. 6
REFERENCE  .....................................................................................................................



 


BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang bersifat komperhensif, karena hal-hal yang mencakup kehidupan dan hukum telah diatur dan termuat dalam Al-quran maupun As-sunnah. Islam dalam sejarah kemunculannya sebagai suatu ajaran yang memberikan konsep, Petunjuk, dan pedoman kepada manusia, dan juga beserta norma dan tata caranya. Dengan demikian Islam berfungsi untuk menjaga dan memelihara integritas kehidupan manusia agar tidak kacau. Islam berfungsi sebagai alat pengatur untuk mewujudkan keutuhan hubungan baik secara vertikal dengan Rabbnya, maupun hubungan horizontal antarsesama manusia dan juga dengan alam sekitarnya. 
Sebagai ajaran tauhid, Islam mengajak manusia untuk meng-esa-kan dzat , sifat, dan af’al Allah yang sering disebut keimanan. Mengimani Allah SWT, bagi manusia sudah menjadi kodrat yang telah ada seumur manusia itu sendiri.
Namun pada umumnya manusia lupa atau mengingkari asal kejadiannya sebagai hamba Allah dan Khalifah-Nya. Mereka menerima ajaran tersebut dalam berbagai tingkat kemampuan, presepsi, dan interpretasi masing-masing, sehingga timbul aliran dan pandangan, bahkan pertentangan yang bermuara pada terbentuknya golongan-golongan dan paham yang berbeda. Manusia cenderung mengolah pedoman dan bimbingan itu bukan dengan menggunakan petunjuk pelaksanaan yang telah disediakan Allah dan di perinci-pertegas oleh rasul Allah, namun menafsirkan pedoman tersebut semata-mata berdasarkan kontekstual dan rasio akal dan hawa nafsu semata, yang pada akhirnya membawa manusia itu dalam kesesatan dan pada akhirnya akan melunturkan kemurnian akidah dan ketauhidan Islam.







BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Bid’ah
Secara bahasa, di dalam kamus Lisan al-’Arab menyebutkan bahwa kata al-bid’ah merupakan isim (kata benda) dari الإبتداع  (menciptakan sesuatu).[1]
Dalam kitab Mu’jam al Muqayis Fi al-Lughah, Abu al-Husain juga menyebutkan, ابتداء الشيئ وضعه لا عن مثال  (sesuatu yang pertama adanya dan dibuat tanpa ada contoh).[2] Sedangkan al-Imam Muhammad Abu Bakr ‘Abd al-Qadir al-Razi berkata, bahwa bid’ah secara bahasa berarti, اخترعه لا على مثال سابق  (mengadakan sesuatu dengan tanpa ada contoh terlebih dahulu). Adapun al-Imam Abu ‘Abd al-Rahman al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H) berkata, bahwa bid’ah secara bahasa, احداث شيئ لم يكن له من قبل خلق ولا ذكر ولا معرفة  (mengadakan sesuatu perkara yang sebelumnya tidak pernah dibuat, tidak disebut-sebut dan tidak pernah dikenal).[3]
Melalui semua definisi di atas, maka dapat difahami bahwa apa yang disebut dengan al-bid’ah di dalam kamus bahasa Arab ditinjau dari segi bahasa adalah suatu perkara baru yang diadakan atau diciptakan dengan tidak adanya contoh sebelumnya.
Dengan demikian yang dinamakan bid’ah ialah suatu hal baru yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, atau dengan kata lain perbuatan maupun perkataan yang dianggap suatu cara agama, padahal itu hanya bersumber dari rasio dan akal manusia itu sendiri dan sama sekali tidak pernah diterangkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Baik berkaitan dengan akidah maupun  syariah yang aturan-aturannya sudah dijelaskan dalam Al-quran dan As-sunnah secara tafshil (rinci). Adapun yang berkaitan dengan urusan muamalah atau sosial seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia, seperti ekonomi, politik, negara, kedokteran, penemuan modern dan lain-lain tidak bisa masuk dalam kategori bid’ah  (dalam arti bid’ah dalalah).[4]
Bid’ah juga terdapat dalam ajaran-ajaran Islam yang lain, misalnya dengan membuat tradisi dan peraturan-peraturan yang dikehendaki manusia untuk selanjutnya dinisbatkan sebagai ajaran agama. Dengan dasar ini bid’ah tidak hanya mencakup ibadah namun juga keduniaan.[5]
Inti dari masalah yang berkaitan dengan bid’ah yakni kita harus bisa memisahkan antara urusan yang berkenaan dengan ibadah dan akidah dengan hal-hal yang menyangkut urusan keduniaan, jika dalam urusan ibadah sebagaimana yang telah digariskan oleh nash agama tidak ada sedikitpun tempat untuk dibanding-bandingkan atau dicampur adukan dengan kebiasaan, perkataan, atau tradisi model baru yang tidak ada ketentuan atau diatur dalam syara’, berbeda dengan urusan kemasyarakatan atau keduniaan, agama tidak akan membatasi ruang geraknya baik bentuk maupun teknisnya, semua diserahkan kepada umat itu sendiri, mana yang dianggap layak dan baik untuknya.
Allah menyerukan manusia agar mengikuti syari’at Islam dan melarang manusia memilih jalan sesat, yang telah menyimpang dari jalan Allah, Allah berfirman :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan), ini jalanku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan itu menceraberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa”[6]

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[7]
             Sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat maupun hadis yang menyerukan untuk menjauhi perbuatan bid’ah dan hukuman yang akan diganjarkan bagi yang melanggarnya.
 

B.     Macam-Macam Bid’ah
Di atas telah dijelaksan bahwa bid’ah merupakan amalan yang menyerupai ibadah, dan dilakukkan dengan berlebih-lebihan dan menamba-nambah dengan cara yang batil.
Pengaruh bid’ah itu bertingkat. Karena itu bid’ah dapat dibagi dalam beberapa tingkatan. Secara umum baik oleh golongan pertama (ahli ushul), maupun oleh golongan kedua (ahli fiqh), sepakat menggolongkan bid’ah menjadi beberapa kategori, yakni : Fi’liyah, Tarkiyah, I’tiqadiyah, Zamaniyah, Makaniyah, Haliyah, Haqiqiyah, Idhafiyah, Kulliyah, Juz-iyah,  Ibadiyah, Adiyah.

1.      Bid’ah Amaliyah
Bid’ah amaliyah adalah bid’ah-bid’ah yang dikerjakan oleh 5 panca indera, namun tidak pernah dikerjakan atau dicontohkan oleh Nabi.
Ada beberapa prinsif yang berkaitan dengan ibadah, sehingga kita dapat membedakan antara ibadah yang benar atau bid’ah amaliyah, yaitu :
a.       Tidak melakukan amal ibadah kecuali ada dalil Al-Qur’an maupun Al-Sunnah,
الأصل في العبادة البطلان حتى يقوم الدليل على تحليله
Pada prinsifnya ibadah itu adalah batal (tidak diakui) kecuali ada dalilyang mengatakan hal itu sebagai ibadah.
                      Maksudnya, ibadah itu tidak sah, bahkan haram dilakukan kecuali ada dalil yang mengatakan sesuatu itu sebagai ibadah. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak boleh melaksanakan ibadah kecuali ada dalil yang terkaitnya dengan dalil Al-Qur’an maupun Al-Sunnah.
b.      Jangan melakukan suatu amal ibadah kecuali setelah memiliki ilmu tentang amalan tersebut. Di dalam Shahih Bukhari dijelaskan satu bab khusus, yaitu Al-‘Ilmu Qobla Al-Qaul Wal Amal, yaitu mendahulukan ilmu sebelum berbicara atau beramal.
c.       Beramal harus ittiba’ (mengikuti atau mencontoh) Nabi Muhammad saw. Maksudnya seseorang tidak boleh membuat-buat materi dan cara-cara ibadah sendiri dengan akal dan hawa nafsunya. Ibadah haruslah mencontoh dan mengikuti petunjuk Rasulullah saw. dalam kaitan ini, Nabi bersabda :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو
Siapa yang mengada-adakan sesuatu di dalamnya urusan agama kami yang bukan  yang bukan dari ajaran agama tersebut, maka ia akan tertolak.[8]
          Jadi, suatu ibadah baru diterima apabila memiliki unsur-unsur yang di atas, yaitu harus ada dalil dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah, berilmu dan menconto Nabi saw.[9]

2.      Bid’ah I’tiqadiyah
Yakni bid’ah yang berkaitan dengan kepercayaan (I’tiqad) yang berlawanan dengan yang diteriman dari Rasulullah SAW.


C.     Contoh Bid’ah Amaliyah dan I’tiqadiyah
Indonesia merupakan Negara majemuk, keberagaman yang ada bukan hanya pada lingkup Suku, Bahasa, kebudayaan, namun juga dari aspek Agama. Dengan keberagaman Agama yang ada umat Islam dituntut untuk bisa berbaur, berinteraksi, dan bekerjasama dengan Agama lain dari sisi kehidupan bermasyarakat. dan tentu akan saling mempengaruhi, temasuk dari sisi kebiasaan, peraturan, maupun dari aspek agama. Maka tidak mustahil akan terjadi pembauran praktik-praktik keagamaan yang cukup membahayakan (talfiq) dan menganggu kerukunan umat beragama.
Salah satu pengaruh bagi umat Islam di Indonesia yakni munculnya praktik-praktik ritual Islam, yang sebenarnya bukan bersumber dari Islam, yang pada akhirnya akan menjauhkan diri dari akidah Islamiyah, dan muncullah praktik-praktik pemusyirikan, pemujaan, perdukunan, dan lain-lain yang kian hari makin menjamur.
Adapun pada makalah ini, akan diberikan beberapa penjelasan dan contoh terkait perilaku, kebudayaan, dan kebiasaan yang bisa dikategorikan termasuk perbuatan bid’ah di Indonesia, yaitu :

1.      Contoh Bid’ah Amaliyah (Perbuatan)
Sebagaimana keterangan di atas, bahwa setiap ibadah yang kita kerjakan harus bersumber dari Al-Qur’an dan Rasulullah saw. Salah satu bid’ah amaliyah yang terdapat di Indonesia adalah Shalat Qabliyah Jum’at.  Jadi, seandainya ada shalat qabliyah jum’at, maka dilakukan antara azan dan shalat jum’at. Tapi kenyataannya Nabi saw. tepat sesudah masuk waktu shalat jum’at, maka beliau langsung naik ke mimbar, lalu mengucap salam, lalu azan dikumandangkan, dilanjutkan langsung khutbah dan shalat jum’at. Jadi Nabi saw, sahabat dan Imam Syafi’i tidak pernah melakukan shalat qabliyah jum’at, karena tidak ada celah (kesempatan) untuk melakukannya.[10]


2.      Contoh Bid’ah I’tiqadiyah
Segala amalan dan kepercayaan yang tidak berdasarkan kepada sumber-sumber yang asal seperti al-Qur’an, al-Hadis, Ijma’ dan Qiyas adalah ditolak oleh Islam. Sabda Rasululah:
Barangsiapa mengada-adakan di dalam agama kami sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka yang dikerjakannya itu adalah tertolak.
Percaya kepada benda-benda yang dijadikan keramat seperti pokok, kubur, telaga dan sebagainya, serta memuja, memohon pertolongan dan melepaskan nazar pada benda-benda berkenaan dan percaya ianya mempunyai kuasa selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, adalah membawa kepada syirik dan bertentangan dengan kepercayaan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan janganlah menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan juga tidak dapat memberi mudharat kepadamu. Sekiranya engkau mengerjakan yang demikian maka jadilah engkau orang-orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu)




















BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan 
Bid’ah ialah suatu hal baru yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, atau dengan kata lain perbuatan maupun perkataan yang dianggap suatu cara agama, padahal itu hanya bersumber dari rasio dan akal manusia itu sendiri dan sama sekali tidak pernah diterangkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Sebagaimana keterangan di atas, suatu ibadah baru diterima apabila memiliki unsur-unsur yang di atas, yaitu harus ada dalil dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah, berilmu dan menconto Nabi saw.
Percaya kepada benda-benda yang dijadikan keramat seperti pokok, kubur, telaga dan sebagainya, serta memuja, memohon pertolongan dan melepaskan nazar pada benda-benda berkenaan dan percaya ianya mempunyai kuasa selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, adalah membawa kepada syirik dan bertentangan dengan kepercayaan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

 





[1] Muhammad bin Mukarram bin ‘Ali Abu al-Fadl Jamal al Din bin Mandzur, Lisan al-‘Arab bab bad’u, Juz 8, h. 6, CD. al-Maktabah al-Syamilah.
[2] Abu al Husain bin Ahmad bin Faris, Mu’jam al-Muqayis Fi al-Lughah, (Beirut : Dar al Fikr, 1415/1994), Hal.119
[3] Abu ‘Abd al-Rahman al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi, al-‘Ain, (Iran: Mu’assasah Dar  al-Hijrah, Jilid II, 1404), Hal.45
[4] Badruddin Hsubky, Bid’ah-bid’ah di Indonesia (Jakarta : Cet.5, 1996), Hal.30
[5] Asy Syaikh Mohammad Al-Ghazaly, Bukan dari Ajaran Islam (Taqlid, Bid’ah, & Khufarat), (Bandung : diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy, cet.IV, 1994), Hal..89
[6] QS : Al-An’am:153
[7] QS Ali Imran: 31
[8] HR : Muttafaqun ‘Alaihi
[9] Arifin. S. Siregar, Kenapa Terjadi Perbedaan Pendapat ? ( Bandung :Citapustaka Media Perintis, Cet. I, 2010), Hal.22-23
[10] Arifin. S. Siregar, Kenapa Terjadi Perbedaan Pendapat ? ( Bandung :Citapustaka Media Perintis, Cet. I, 2010), Hal.27-28

 




REFERENCE

Mandzur, Muhammad bin Mukarram bin ‘Ali Abu al-Fadl Jamal al Din bin. Lisan al-‘Arab bab bad’u : Juz 8, h. 6, CD. al-Maktabah al-Syamilah.
Faris, Abu al Husain bin Ahmad bin. Mu’jam al-Muqayis Fi al-Lughah : Beirut : Dar al Fikr, 1994
al-Farahidi, Abu ‘Abd al-Rahman al-Khalil bin Ahmad. Al-‘Ain : Iran: Mu’assasah Dar  al-Hijrah, Jilid II, 1404
Hsubky, Badruddin. Bid’ah-bid’ah di Indonesia : Jakarta, 1996
Al-Ghazaly, Asy Syaikh Mohammad. Bukan dari Ajaran Islam (Taqlid, Bid’ah, & Khufarat), : Bandung,1994
Al-Qur’an Terjemah : Depok, 2009
Siregar, Arifin. S. Kenapa Terjadi Perbedaan Pendapat ? : Bandung, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar