HADITS DHO’IF
A. Pengertian dan Kriteria Hadis Dha’if.
Kata
dha’if secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy, yang berarti lemah, Hadis
Dha’if ini adalah Hadis mardud, yaitu Hadis yang diolak dan tidak dapat
dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan suatu hukum.[9]
Adapun beberapa ulama mendefenisikan Hadis Dha’if sebagai berikut :
Imam Abi Amar Ibnu Shalah mendefenisikan
Hadis Dha’if sebagai berikut :
“setiap Hadis –Hadis yang tidak terdapat
padanya sifat Hadis Shahih dan tidak pula sifat- sifat Hadis Hasan maka dia
disebut Hadis Dha’if.”[10]
Sedangkan Imam Ibnu Kasir
mendefenisikan Hadis Dha’if adalah Hadis – Hadis yang tidak terdapat padanya sifat-sifat Shahih dan
sifat-sifat Hasan”.[11]
Imam Hafiz Haan al-Mas’udi memberikan defenisi Hadis Dha’if sebagai Hadis yang
kehilangan satu syarat atau lebih dari Hadis Shahih atau Hadis Hasan.”[12]
Dari
defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Hadis Dha’if adalah Hadis yang tidak
mencukupi syarat Shahih maupun hasan baik dari segi sanad dan matannya, maka
kekuatannya lebih rendah disbanding dengan Hadis Shahih dan Hadis Hasan.
Dari
kesimpulan diatas pula dapat dambil intisari bahwa kriteria Hadis Dha’if `adalah
:
1. terputusnya antara satu perawi
dengan perawi lainnya dalam satu sanad Hadis tersebut, yang seharusnya
bersambung.
2. terdapat cacat pada diri seoang
perawi atau matan dari Hadis tersebut.
B. Macam-Macam Hadis Dha’if.
Jenis
Hadis Dha’if sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara keseluruhan dalam
makalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah menjadi dua macam Hadis
Dha’if oleh karena sebabnya, yaitu :
1. Hadis Dha’if disebabkan oleh
terputusnya Sanad.
a.
Hadits
mursal
Hadis
Mursal adalah Hadis yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada
Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil
ataupun besar.
Contoh hadits mursal :
“Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
dalam kitab Shahihnya pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata :
“telah menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada
kami Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu
Shihab dari Ibnu Ssaid ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual
kurma yang masih berada dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Klasifikasi
hadits mursal :
·
Mursal
Shahabi
yaitu
pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi ia tidak
mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran disaat
Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atauu terbelakang masuk Islamnya.[13]
·
Mursal
Khafi’
yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh
tabi’i namun tabi’i yang meriwayatkan Hadis tersebut hidup sezaman dengan
sahabat tetapi tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan Hadis langsung dari Rasulullah
saw.[14]
·
Mursal
Jali
yaitu
apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat diketahui jelas
sekalii oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak pernah hidup
sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita langsung dari
Rasulullah saw.[15]
b. Hadis Munqati’
Kata
Munqati’ adalah ism maf’ul dari inqata’a yang berarti terputus, secara istilah
Hadis Munqati’ ini adalah Hadis yang gugur padanya seorang rawi atau disebutkan
padanya seorang rawi yang tidak jelas.
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’) :
1)
Perawi
yang meriwayatkan Hadis jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya dengan
guru yang memberikan Hadis padanya.
2)
dengan
samara-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja.
Diketahuii dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam
Hadis riwayat orang lain.[16]
c. Hadis Mudallas
kata
mudallas adalah ism maf’ul darii dallasa yang berarti gelap atau berbaur dengan
gelap. Menurut ilmu Hadis Mudallas adalah hadis yang diriwayatkan seorang rawi
dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak pernah bertemu dengan orang
yang diriwayatkannya tersebut dan tidak mendengarnya dari nya karena kesamaran
mendengarkannya”.[17]
d. Hadis Mu’addhal
kata Mu’addhal berarti menyembunyikan
sesuatu menjadi sesuatu yang misterius atau problematik. Secara bahasa menurut
ilmu hadis, Hadis Mu’addhal adalah Hadis yang gugur dari sanadnya dua atau
lebih scara berturut-turut baik dari awal sanda, pertengahan sanad ataupun
akhirnya.[18]
e. Hadis Mu’allaq
secara bahasa Mu’allaq adalah ism maf’ul
dari kata ‘alaqa yang berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain
sehingga menjadi tergantung” sedangkan menurut istilah ilmu Hadis, hadis
Mu’allaq adalah Sesuatu yang telah gugur seorang perawi atau lebih secara
berturut-turut dari awal sanad baik gugurnya tetap ataupun tidak.[19]
2. Hadis Dha’if yang ditinjau dari segi
cacatnya Perawi.
a. . Hadis Mudha’af.
Yaitu Hadis yang tidak disepakati
kedhaifannya. Sebagai ahli Hadis menilainya mengandung kedhaifan, baik dalam
sanad maupun matannya, dan sebagian lain mengatakannya kuat namun penilaian
kedhaifannya lebih kuat. Ibnu al-Jaui merupakan orang yang pertama kali
melakkukan pemilahan terhadap Hadis jenis ini.
b. . Hadis Matruk
Hadis matruk adalah Hadis yang menyendiri
dalam periwayatan dan diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam
periwayatan Hadis, dalam Hadis nabawi, atau sering berdusta dalam
pembicaraannya atau terlihat jelas kefasikannya, melalui perbuatan ataupun
kata-kata, serta sering kali salah atau lupa. Misalnya Hadis Amr bin Samar dari
jabir al-Jafiy.
c. Hadis Munkar
Hadis Munkar adalah Hadis yang perawinya
sangat cacat dalam kadar sangat keliru atau nyata kefasikannya. Para ulama
Hadis memberikan defenisi yang bervariasi tentang Hadis Munkar ini. Diantaranya
ada dua defenisi yang selalu digunakan, yaitu :
d. Hadis Mu’allal
Hadis Muallal adalah Hadis yang cacat karena
perawinya al-wahm, yaitu hanya persangkaan atau dugaan yang tidak mempunyai
landasan yang kuat.Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah
muttashil (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’ (terputus), atau dia
mengirsalkan yang mutthasil, dan memauqufkan yang maru’ dan sebagainya.
e. Hadis Mudraj.
Idraj berarti memasukkan Sesautu kepada
suatu yang lainnya dan menggabungkannya kepada yang lain itu, dengan kata lain
Hadis mudraj adalah Hadis yang didalamnya terdapat kata-kata tambahan yang
bukan dari bagian Hadis tersebut. Hadis mudraj ada dua yaitu :
·
Mudraj
Isnad : “seorang peerawi menambahkan
kalimat-kalimat dari dirinya sendiri saat mengemukakan sebuah Hadis disebabkan
oleh suatu perkara sehingga orang yang meriwayatkan selanjutnya menganggap apa
yang diucapkannya adalah juga bagian dari Hadis tersebut.
·
Mudraj
Matan : sesuatu yang dimasukkan ke dalam
matan suatu Hadis yang bukan merupakan matan dari Hadis tersebut, tanpa ada
pemisahan diantaranya ( yaitu antara matan Hadis dan sesuatu yang dimasukkan
tersebut). Atau memasukkan suatu perkataan dari perawi kedalam matan suatu
Hadis, sehingga diduga perkataan tersebut berasalah dari perkataan Rasulullah
saw.
f. Hadis Maqlub.
Hadis
Maqlub adalah Hadis yang menggantikan suatu lafaz dengan lafaz lain pada sanad
Hadis atau matannya engan cara mendahulukan ataupun mengakhirknnya. Dengan kata
lain ada pemutar balikan antara matan dan sanad baik didahulukan ataupun
diakhirkan. Dalam hal ini jelas bahwa hukumnya trtolak serta tidak dapat
dijadikan dalil suatu hukum.
g. Hadis Mudhtharib.
Hadis Mudhtharib adalah Hadis yang
diriwyatkan dalam bentuk yang berbeda yang masing-masing sama kuat.
h. Hadis Mushahaf.
yaitu Hadis yang dirubah kalimatnya, yang
tidak diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqot, baik secara lafaz maupun makna
Hadis ini ada yang berubah sanadnya dan adapula berubah matannya.
i.
.
Hadis Syaz.
yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh perawi
yang maqbul, yaitu perawi yang dhabit, adil dan sempurna kebaikannya namun
Hadis ini berlawanan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih
tsiqot, adil dan dhobit shingga hadis ini ditolak dan Hadis ini juga disebut
dengan Hadis Mahfuz.[20]
C. Hukum Menggunakan Hadis Dha’if
Ada
tiga pendapat ulama dalam tentang pengamalan dan penggunaan Hadis Dha’if :
1. Hadis Dha’if tidak diamalkan secara
mutlak, baik mengenai fadhail maupun ahkam dan ini merupakan pendapat
kebanyakan ulama termasuk Imam Bukhari dan Muslim.
2. Hadis Dha’if bisa diamalkan secara
mutlak, ini merupakan pendapat Abu Daud dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan
Hadis Dha’if dibandingkan ra’yu seseorang.
3. Hadis Dha’if dapat digunakan dalam
masalah fadhail mawa’iz atau sejenis dengan memenuhi kriteria yang ada. Ibnu
Hajar membaginya kepada kriteria yaitu :
·
kedhaifannyaa tidak terlalu
·
Hadis
Dha’if yang termasuk cakupan Hadis pokok yang bisa diamalkan.
·
Ketika
mengamalkannya tidak meyakini bahwa ia berstatus kuat tapi sekedar hati-hati.[21]